Sunday, May 27, 2007

KEPUASAN KERJA

Menurut Herzberg, faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja adalah: pencapaian prestasi (achievement), pengakuan prestasi (recognition for accomplishment), pekerjaan yang menantang (challenging work), tanggung jawab yang bertambah (increased responsibility), dan pertumbuhan serta perkembangan (growth and development).[1] Masing-masing faktor tersebut akan diuraikan di bawah ini.
Pencapaian prestasi (achievement) adalah suatu perasaan kepuasan atau keberhasilan dalam menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas. Karyawan dapat meningkatkan rasa pencapaian prestasinya atas pelaksanaan pekerjaan dengan: (1) mendorong karyawan menetapkan tujuan-tujuan secara profesional, (2) menetapkan tujuan-tujuan secara individual dengan mempertimbangkan kegiatan karyawan secara spesifik, (3) memantapkan tujuan-tujuan unit kerja, dan (4) secara gradual meningkatkan kompleksitas tugas sehingga karyawan ditantang dan berusaha mencapai keberhasilan di dalam situasi yang lebih sulit.[2]
Pengakuan prestasi adalah pengakuan pada usaha, prestasi, dan kontribusi dari individu atau kelompok. Berbagai cara pemimpin dapat mengenali usaha-usaha karyawan, yakni seperti: (1) mengemukakan usaha dan kontribusi karyawan di dalam pertemuan-pertemuan unit kerja, (2) merayakan keberhasilan karyawan dalam mendapatkan nasabah, (3) membiarkan karyawan mengetahui secara verbal dan atau tertulis bahwa pekerjaannya dihargai, (4) memberikan penghargaan, sertifikat atau rekomendasi lainnya untuk keberhasilan dan kontribusi tertentu, (5) membuat catatan di berkas bagian personalia tentang prestasi karyawan dan menyampaikan tembusannya ke atasan karyawan tersebut, (6) memberikan evaluasi kinerja yang positif, (7) mempromosikan karyawan atau mendorongnya agar mengajukan promosi, (8) mengizinkan dan mendorong karyawan menghadiri program-program pelatihan dan konferensi, dan (9) mengadakan perayaan makan malam atau makan siang. Bilamana karyawan diakui usaha dan prestasinya maka mereka akan merasakan perasaan positif tentang diri dan kompetensi profesionalnya sehingga dapat menciptakan perasaan berharga pada dirinya.[3]
Pekerjaan menantang merupakan tugas-tugas yang bersifat menantang dan memotivasi karyawan. Setiap karyawan lebih menyukai tugas-tugas tertentu daripada tugas lainnya sehingga dapat menemukan mana tugas-tugas yang lebih menantang daripada tugas lainnya. Bagi pemimpin perlu mengidentifikasi tugas-tugas atau aktivitas-aktivitas karyawannya dengan cara: (1) mengkaji beban tugas tertentu, (2) pembicaraan dengan masyarakat, (3) berpartisipasi dalam sebuah tim yang bersifat multidisipliner, (4) mengkoordinasikan program pelayanan yang baru, dan (5) berperan sebagai jembatan penyedia layanan bagi masyarakat.[4]
Karyawan yang merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Strategi-strategi untuk meningkatkan tanggung jawab dan akuntabilitas adalah sebagai berikut: (1) secara gradual meningkatkan otonomi karyawan dalam melaksanakan aktivitasnya dan dalam pembuatan keputusan supaya sebagai karyawan akan mendapatkan keahlian, (2) memberikan karyawan kebebasan untuk menjadi kreatif, (3) mengidentifikasi keputusan-keputusan sehingga karyawan dan unit kerja dapat membuat keputusan sendiri dan terlibat dalam pembuatan keputusan, (4) meminta karyawan tertentu supaya menduduki jabatan sementara ketika atasannya sedang tidak berada di kantor, (5) meminta karyawan yang berpengalaman agar berperan sebagai contoh bagi karyawan baru, (6) mendorong karyawan memberikan kontribusi kepada pertemuan-pertemuan unit kerja.[5]
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan kebutuhan setiap karyawan. Sementara itu peluang untuk tumbuh dan berkembang bersifat terbatas. Berikut beberapa strategi untuk mendorong karyawan tumbuh dan berkembang, yakni: (1) mendorong karyawan menghadiri program-program pelatihan dan konferensi, diikuti dengan presentasi pada suatu rapat di unit kerja mengenai apa yang telah dipelajarinya, (2) mendorong atau memberi kesempatan cuti untuk mengikuti pendidikan, (3) memelihara dan memperbaharui bagian perpustakaan dan mendorong karyawan agar membaca buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan dengan pekerjaannya, (4) memberitahukan karyawan tentang riset atau isu terbaru termasuk teknik intervensi yang baru dan maju, (5) kasus dan tugas yang diberikan bersifat menantang pertumbuhan karyawan dan mempromosikan pengembangan profesionalnya, dan (6) mendorong agar karyawan kreatif dan inovatif.[6]
Teori dua faktor tersebut terdiri dari dua dimensi. Dimensi pertama disebut faktor-faktor higinis (hygiene factors), meliputi kondisi kerja, gaji/upah dan keamanan, kebijakan perusahaan, supervisi, dan hubungan antarkaryawan. Dimensi kedua disebut motivator (motivators), meliputi pencapaian prestasi (achievement), pengakuan prestasi (recognition), tanggung jawab (responsibility), pekerjaan itu sendiri (work itself), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Bilamana faktor-faktor higinis tidak ada atau kurang memadai maka terdapat ketidakpuasan. Namun apabila faktor-faktor higinis ada atau memadai maka tidak akan menjadi karyawan merasa puas atau termotivasi untuk bekerja baik, melainkan dinilai biasa-biasa saja. Selanjutnya, kalau faktor-faktor motivator ada maka karyawan akan merasa puas; begitupula sebaliknya jika faktor-faktor motivator tidak ada maka karyawan merasa tidak ada kepuasan.[7] Namun, menurut Cooper dan Sawaf [8] bahwa ketidakpuasan yang konstruktif adalah sebagai rangsangan untuk mendapatkan mutu dan inovasi.

Tingkat Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja terutama ditentukan oleh berbagai imbalan, jumlah imbalan, dan harapan karyawan terhadap imbalan. Faktor-faktor ini meliputi karakteristik pekerjaan itu sendiri, karakteristik organisasi, dan karakteristik karyawan.[9]
Pertama, karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan adalah kejelasan peran, ruang lingkup peran dan imbalan intrinsik. Kejelasan peran menyangkut seberapa baik karyawan memahami tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Peran yang membingungkan dan bersifat konflik dapat menurunkan kepuasan kerja di kalangan karyawan.
Ruang lingkup pekerjaan berkaitan dengan banyaknya variasi, otonomi, tanggung jawab dan umpan balik yang diberikan oleh pekerjaan itu sendiri. Studi tentang pengaruh ruang lingkup pekerjaan atas sikap karyawan secara umum ditemukan bahwa ruang lingkup pekerjaan meningkat berhubungan dengan kepuasan kerja yang meningkat. Karyawan mungkin tidak melihat pekerjaannya dengan akurat, dan kepuasan kerja dipengaruhi lebih banyak oleh karakteristik pekerjaan yang dipersepsikan daripada oleh karakteristik pekerjaan yang sesungguhnya. Karyawan menanggapi pekerjaannya didasari atas nilai-nilai dan kecenderungannya.
Selanjutnya, karyawan menerima berbagai imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik dari pekerjaannya. Beberapa imbalan intrinsik yang penting termasuk pencapaian, pengakuan, dan peluang untuk pertumbuhan pribadi. Imbalan ekstrinsik mencakup gaji, manfaat dari perusahaan, dan status. Semua imbalan ini cenderung meningkatkan kepuasan kerja, tetapi tidak selalu.
Kedua, karakteristik organisasi yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi penyempurnaan administratif, teknologi, otonomi yang lebih besar, keterlibatan yang lebih besar dalam pembuatan keputusan. Ketiga, karakteristik karyawan yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi usia, pendidikan dan jabatan.[10]
Dalam konteks pendapatan yang diterima karyawan, Schuler dan Huber mengatakan bahwa terdapat tiga determinan pokok yang mempengaruhi kepuasan terhadap pendapatan, yakni: (1) keadilan pendapatan, (2) tingkat pendapatan, dan (3) prakek administrasi pendapatan.[11]
Keadilan dalam mendapatkan penghasilan merujuk pada apa yang diyakini orang bahwa dia layak dibayar sebesar itu sebagaimana yang dibayarkan juga kepada orang lain. Kecenderungan bagi orang untuk menentukan apa yang mereka dan orang lain patut dibayar adalah membandingkan dengan apa yang mereka berikan kepada organisasi dan apa yang diperoleh di luar organisasi. Dalam membandingkan dirinya dengan orang lain maka orang memutuskan apakah mereka dibayar secara adil. Jika mereka menganggap kompensasi ini dirasakan adil maka mereka mungkin merasa lebih puas. Jika mereka merasa dibayar secara tidak adil maka mereka mungkin merasa tidak puas. Keadilan dapat juga ditingkatkan dengan adanya sarana kotak saran (voice) dan proses perlindungan bagi karyawan (due process to employees) dengan menetapkan prosedur pengajuan pengaduan secara formal (formal appeals procedures).[12]
Tingkat penghasilan merupakan penentu penting bagi kepuasan terhadap penghasilan. Karyawan membandingkan tingkat penghasilannya dengan apa yang diyakini yang seharusnya diterimanya. Hasil dari perbandingan tersebut adalah kepuasan dengan penghasilan jika tingkat yang seharusnya dibayar sama dengan tingkat yang sebenarnya dibayar. Ketidakpuasan terhadap pembayaran ditimbulkan jika tingkat pembayaran aktual lebih kecil daripada tingkat yang seharusnya dibayar.[13]
Praktek administrasi pembayaran kepada para karyawan harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan praktek pengupahan dan penggajian yang dilakukan oleh perusahaan lain kepada karyawannya. Penentuan pembayaran atas pekerjaan dapat meningkatkan kepuasan terhadap penghasilan bila dilihat sebagai filosofi pekerjaan yang sama akan mendapatkan pembayaran yang sama. Penentuan kesamaan pembayaran untuk pekerjaan yang dinilai sama dapat dibantu dengan praktek evaluasi pekerjaan yang bagus. Kemudian sistem pembayaran untuk kinerja harus disertai dengan metode pengukuran kinerja karyawan secara tepat dan cukup terbuka bagi karyawan sehingga mereka dapat melihat secara jelas hubungan antara pembayaran dan kinerja. Selanjutnya, tingkat kompensasi dan struktur pembayaran seharusnya dikajiulang secara terus menerus dan dilakukan pembaharuan jika diperlukan. Isi dari suatu jabatan mungkin meningkat atau menurun.
Akhirnya, praktek administrasi pembayaran melibatkan pemeliharaan kepercayaan dan konsistensi. Karyawan harus melihat bahwa organisasi harus berhati-hati baik terhadap kepentingan karyawan maupun kepentingan organisasi. Tanpa kepercayaan dan konsistensi maka kepuasan terhadap penghasilan adalah rendah, dan penghasilan menjadi suatu target keluhan yang tidak memperhatikan isu-isu nyata.[14]

Konsekuensi Kepuasan Kerja
Dari para peneliti ditemukan bahwa dampak kepuasan kerja lebih banyak pada produktivitas karyawan, tingkat absensi karyawan, dan tingkat pergantian karyawan. Hubungan antara kepuasan dengan kinerja secara singkat dikatakan, “karyawan yang bahagia adalah karyawan yang produktif,” karyawan merasa lebih puas dengan pekerjaannya maka akan melaksanakan tugas pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang kurang puas.[15]
Namun keyakinan pada prinsip di atas lebih didasari atas pemikiran intuitif dan bukan dari bukti yang kuat. Suatu kajian penelitian diperoleh bahwa ada hubungan yang positif antara kepuasan dengan produktivitas tetapi hanya +0,14. Hubungan keduanya lebih kuat apabila perilaku karyawan tidak dikontrol atau tidak dihambat oleh faktor luar seperti kecepatan mesin.[16] Menurut Joseph Prokopenko, “Increased job satisfaction itself can also result in higher productivity and better motivation.”[17]
Hubungan kepuasan kerja dengan tingkat absensi adalah bersifat negatif, sebesar -0,40. Memang masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas biasanya mangkir dari pekerjaan. Selanjutnya hubungan kepuasan kerja dengan tingkat pergantian karyawan juga bersifat negatif. Karyawan yang tidak puas akan memberi empat jenis tanggapan yang dinilai atas dasar dimensi konstruktif-diskonstruktif dan aktif-pasif. Tanggapan pertama disebut keluar (exit), tingkah laku karyawan diarahkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan berhenti bekerja. Tanggapan kedua disebut bersuara (voice), berusaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah-masalah dengan penyelia, dan sebagainya. Tanggapan ketiga disebut loyal (loyalty), secara pasif tetapi optimis menunggu kondisi berubah, termasuk membicarakannya kepada organisasi dalam menghadapi kritikan dari luar dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan segala sesuatu yang benar. Tanggapan keempat disebut pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi terus menjadi buruk, termasuk tingkat absensi atau keterlambatan yang parah, lesu, dan tingkat kesalahan meningkat.[18] Secara grafis digambarkan di bawah ini.

Aktif




EXIT VOICE




Destruktif Konstruktif



NEGLECT LOYALTY



Pasif


Gambar 2.14: Tanggapan terhadap Ketidakpuasan Kerja

Sumber: Stephen P. Robbins, Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications (New Jersey: Prentice-Hall International, Inc., 1998), p. 157.

2.4 Hubungan Kepemimpinan, Komitmen Kerja dan Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja menyangkut sikap seseorang terhadap lingkungan di mana dia berada/bekerja. Semakin positif sikapnya terhadap berbagai aspek lingkungan kerja maka dia merasa puas. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikapnya terhadap lingkungan kerja di sekitarnya maka dia merasa tidak puas.
Robert C. Beck (1990: 347) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap seseorang terhadap pekerjaannya, dan sikap ini adalah respons emosional terhadap sesuatu, termasuk pekerjaan yang bervariasi mulai dari positif sampai negatif dalam berbagai derajadnya. Selanjutnya, Baron dan Byrne (1991: 616) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif manusia terhadap pekerjaannya. Singkatnya, bahwa kepuasan kerja merupakan serangkaian perasaan dan emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan pegawai terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan berbagai definsi dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah derajad perasaan yang dirasakan pegawai secara sadar terhadap apa yang diharapkan diterima dari pelaksanaan pekerjaannya, konteks pekerjaan, konten pekerjaan, dan keseimbangan yang dirasakannya. Dalam definisi tersebut mengandung dimensi-dimensi kepuasan kerja, yaitu perasaan pegawai, konteks pekerjaan, konten pekerjaan, dan keseimbangan. Dimensi-dimensi tersebut dapat menimbulkan kepuasan dan sekaligus ketidakpuasan kerja.
George dan Jones (1996: 70-71) mengatakan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh empat faktor pokok: kepribadian, nilai-nilai, situasi kerja, dan pengaruh sosial. Pertama, kepribadian individu mempengaruhi tingkat pikiran dan perasaan, baik positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Kedua, nilai-nilai yang dipegang individu mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karena mencerminkan keyakinan mereka tentang hasil sehingga pekerjaan seharusnya mengarahkan dan bagaimana seorang individu berperilaku di tempat kerja. Ketiga, situasi kerja, di mana tugas-tugas yang dilaksanakan oleh seseorang, rekan kerja, nasabah, temperatur, jam kerja, keamanan kerja, imbalan dan sebagainya. Namun sebagaian besar karyawan merasa lebih puas dengan pekerjaan yang membayar upah/gaji lebih baik daripada yang membayar lebih rendah dan tidak merasa aman. Keempat, pengaruh sosial dari rekan kerja, budaya, dan kelompok. blishing Company, 1996), p. 71.
[1]Supervising Child Protective Services Caseworkers, Increasing Job Satisfaction and Preventing Burnout, (2001), p. 1 (http://www.calib.com/nccanch/pubs/usermanuals/supercps/satisfy.htm).

[2]Ibid., pp. 2-3.
[3]Ibid., p. 2.
[4]Ibid., pp. 2-3.

[5]Ibid., p. 3.
[6]Ibid., pp. 3-4.
[7]Richard L. Daft, Leadership: Theory and Practice (Fort Worth: The Dryden Press, 1999), p. 244.

[8]Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998), p. 187.
[9]Cherrington, op. cit., p. 285.
[10]Ibid.., pp. 285-288.

[11]Randall S. Schuler dan Vandra L. Huber, Personnel and Human Resources Management (Minneapolis/St. Paul: West Publishing Company, 1993), pp. 398-399.
[12]Ibid., pp. 398-399.

[13]Ibid., pp. 398-399.
[14]Ibid., pp. 398-399.

[15]George dan Jones, op. cit., p. 80.

[16]Robbins, op. cit., p. 154.

[17]Joseph Prokopenko, Productivity Management: A Practical Handbook (Geneva: International Labour Office, 1987), p. 224.
[18]Robbins., pp. 156-157.

1 comment:

karina said...

pak,referensi untuk karakteristik pekerjaan apa ya???